Our Journey: Mota’ain, Perbatasan Indonesia-Timor Leste

Berpose di jembatan Batugade, Timor Leste (Dok. pribadi)
Sejarah mencatat pada tanggal 30 Agustus tahun 1999 lalu, Jajak Pendapat atau yang oleh pendukung antiintegrasi lebih dikenal dengan sebutan referendum kemerdekaan, dilaksanakan di provinsi termuda Indonesia kala itu, Timor Timur (Timtim). Proses Jajak pendapat yang mendapat pengawasan langsung dari PBB itu dilaksanakan serentak di seluruh Timtim dan daerah di luar Timtim dimana warga dan keturunan Timtim berada.

Hasilnya, diluar perkiraan pemerintah Republik Indonesia, mengutip dari sumber Wikipedia, hasil Jajak Pendapat menunjukkan bahwa sekitar 78,5% atau sekitar 344.580 orang Timtim memilih merdeka dan menolak status khusus dengan otonomi luas yang ditawarkan Pemerintah dan 21,5 % atau sekitar 94.388 orang menerima tawaran tersebut. Akhirnya pada tahun 2002, Indonesia dan dunia internasional mengakui kedaulatan Timtim sebagai sebuah Negara yang dengan resmi bernama: Republik Demokratik Timor Leste,

Ya, Timtim kini bukan lagi bahagian dari Indonesia. Kita sekarang punya tetangga baru bernama Republik Demokratik Timor Leste. Beberapa waktu yang lalu, penulis bersama teman -- berjumlah enam orang, berkesempatan melakukan perjalanan (touring) mengunjungi daerah perbatasan RI-Timor Leste di kawasan Mota’ain, kabupaten Belu, provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca selengkapnya »

Piala Antar Pemuda Lintas Agama Lembata dan Sepak Bola Tanpa Diskriminasi



Suasana pertandingan (Foto: Irvan)
Belum lama ini, Paroki Arnoldus Yansen Waikomo, sebuah Paroki Agama Kristen Katolik yang berbasis di desa Waikomo, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), menyelenggarakan sebuah turnamen sepakbola yang diberi nama “Piala Antar Pemuda Lintas Agama se- Kabupaten Lembata”.
                  
Turnamen yang berpusat di lapangan sepakbola desa Waikomo ini, telah rampung diadakan pada 22 Juli-5 Agustus 2013 lalu -- bertepatan dengan bulan suci Ramadhan -- diikuti oleh belasan organisasi kepemudaan dan organisasi keagamaan, seperti Orang Muda Katolik (OMK) dan Remaja Masjid (Remas) se kabupaten Lembata.

Turnamen yang juga merupakan ajang seleksi bagi pesepakbola muda Lembata menuju kejuaraan sepakbola akbar tahunan, Piala El-Tari dan Piala Gubernur NTT, telah menemukan tim yang terbaik. Ucapan selamat patut diberikan kepada OMK Waipukang yang berhasil menjadi juara pertama, setelah menundukkan Remas At-taqwa lewat adu pinalti pada partai final.  Berikutnya OMK Tokojaeng dan Pemuda Genit Solofide Wangatoa yang masing-masing berhak mendapat gelar juara ketiga dan keempat.
Baca selengkapnya »

Kos Putroe Aceh, “Gampoeng” Aceh di Lembata

Kos Putroe Aceh (Foto: Irvan)


“Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.”

Pasti anda sudah sering mendengar kutipan kata-kata mutiara dari Imam Syafii di atas , ya, kata-kata tersebut diselipkan seorang penulis terkenal, Ahmad Fuadi dalam Mahakarya-nya  Novel best seller, Negeri 5 Menara. Kata-kata tadi mungkin telah mengilhami banyak orang untuk kuat dalam masa perantauan,termasuk perempuan-perempuan muda asal Aceh yang kini tengah mengabdi di pelosok Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT)

Tepat di kawasan Wangatoa Bawah, Kelurahan Selandoro, Kota Lewoleba, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, Provinsi NTT, tinggallah belasan wanita muda yang berasal dari provinsi paling barat Indonesia, Aceh. Mereka menghuni kamar kos-kosan yang diberi nama, Kos Putroe Aceh, milik seorang PNS di lingkungan Kementerian Agama kabupaten Lembata, bernama Sultan Nasir.
Baca selengkapnya »

Muna, Bersabarlah Sayang!

Munawarah (Dok. Pribadi)
Banda Aceh, empat setengah tahun yang lalu, pertama kali ku kenal dirimu. Perkenalan singkat lewat seorang teman -- yang sudah kita anggap sebagai kakak sendiri, entahlah, itu suatu perkenalan biasa atau memang kita sedang dijodohkan. Kalau boleh jujur, sebenarnya aku telah memperhatikanmu jauh sebelum hari itu, walau kita berbeda jurusan, aku sudah sering melihatmu menjadi pemandangan indah di kampus.

“Muna,” terdengar lembut suaramu saat kita berkenalan dulu. Gadis manis berlesung pipi, yang sepertinya tak henti memancarkan pesonanya. Tapi bukan aku namanya bila terlalu gampang jatuh cinta. Pembawaanku yang jaim dan pemalu membuat tak terjadi apa-apa hari itu, bahkan untuk sekedar nomor handphone!

Memang tak ada perasaan apa-apa saat itu, tak ada chemistry atau perasaan yang “beda”, semuanya murni teman. Tapi waktu berkata lain, berawal dari merajut persahabatan biasa, pelan-pelan rasa itu pun timbul, akhirnya aku yang super pemalu, lewat perjuangan yang luar biasa memberanikan diri untuk menyatakan cinta, tepat pada 26 Januari 2009, kita pun “meresmikan” hubungan kita.
Baca selengkapnya »