Secuil Cerita Guru Penjaskes di Daerah 3T

"Pak Riz..." Begitulah biasanya sapaan akrab penulis di lingkungan sekolah dari teman-teman guru, bisa jadi ini adalah panggilan mesra dari Ibu kepala sekolah karena beliaulah yang pertama memangil penulis  dengan sapaan tersebut.

mengikuti Program SM-3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal) menempatkan penulis di suatu daerah yang mungkin belum pernah terniang dalam khayal, bahkan dalam mimpi terliar sekalipun. Program percepatan peningkatan kualitas pendidikan yang lebih merata, membantu akan kekurangan guru di daerah 3T, dan tentunya memberikan "jam terbang" bagi guru-guru pemula yang nantinya akan diprofesionalkan lewat Program Profesi Guru (PPG).

Boto, Desa Belabaja Kecamatan Nagawutung Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur di sanalah cerita bermula. Terdapat sekolah negeri yang bernama SMPN 2 Nagawutung, sekolah yang terdiri dari 100 siswa, 5 rombongan belajar atau 5 kelas, 13 Guru, 3 karyawan Tata Usaha. Sekolah dengan bangunan yang sederhana dan bisa dikatakan cukup layak untuk melaksanakan Proses Belajar-Mengajar. konon, awalnya sekolah tersebut adalah sekolah swasta atau sekolah Katolik yang belum lama ini di negerikan.


Ibu Barnadete Rete, S.Pd, nama kepala sekolah SMPN 2 Nagawutung. Sosok yang periang penuh canda tapi tetap tegas dan berwibawa. Guyonan-guyonan khasnya menemani kami tiap harinya, jarang kita temui kepala sekolah yang begitu dekat dengan para bawahannya.

Proses adaptasi pun berjalan lancar baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat, penduduk sekitar sangat welcome terhadap kami, menerima dengan sepenuh hati. sebagai tambahan informasi penulis tinggal di perumahan penduduk kurang lebih 200 meter dari sekolah. penulis tinggal bersama seorang teman yang juga penempatan di sekolah tersebut, Irvan, S.Pd guru mata pelajaran Geografi.

Syukur Alhamdulillah walaupun penduduk sekitar, siswa, dewan guru dan karyawan sekolah adalah 100% beragama Katolik, akan tetapi toleransi terhadap kami sebagai"kaum minor" sangat terasa. Tak ada gesekan maupun konflik, kami diperlakukan seperti layaknya saudaranya sendiri. Bahkan banyak tetangga ataupun orang tua siswa mengantar buah-buahan ataupun sayur-sayuran ke rumah kami. Indahnya hidup jikalau semua daerah di negeri ini seperti di sini.



Apa Pentingnya Pendidikan Jasmani di Daerah 3T?

"Maju bersama mencerdaskan indonesia." slogan program SM-3T ini terpatri jelas di semua guru-guru SM-3T. Tujuan utama penulis dan teman-teman dari Aceh berjumlah 74 orang hadir ke Kabupaten Lembata ini membantu atas kekurangan tenaga pendidik di daerah terdepan, terluar dan tertinggal.

Terkait dengan hal di atas, sempat terpikir di pikiran penulis begitu pentingkah seorang guru penjas sehingga dilibatkan ke dalam program ini?

Sesampainya di sekolah pertanyaan yang selalu hadir itu terjawab sudah. Ternyata di sekolah selama ini pelajaran Penjaskes di asuh oleh seorang guru yang bukan spesifikasinya. Bapak Kristoforus Boli, S.Pd, beliau seorang guru honor berlatarbelakang sarjana Pendidikan ekonomi (Guru Ekonomi-IPS terpadu). Setelah melakukan diskusi dengan beliau, beliau hanya mengisi kekosongan dan metode beliau mengajar sebatas pengalaman waktu di sekolah.

Bagi penulis ini sebenarnya sebuah pelecehan, bagaimana mungkin seorang yang notabene bukan berlatarbelakang sarjana pendidikan jasmani menjadi guru pendidikan jasmani. Seremeh itukah pelajaran pendidikan jasmani hingga siapa saja bisa menjadi guru pendidikan jasmani.

Tapi apa bisa dikata, memang beginilah keadaan pendidkan kita. Penyebaran guru yang tidak merata ditambah dengan mental guru yang ingin hidup "enak" tapi melupakan sisi pengabdiannya sebagai pendidik.

Kembali ke sekolah, saya pun melakukan riset kecil terhadap pembelajaran penjas selama ini-sebelum saya menjadi guru penjas di sekolah-. Pertanyaan ringan kecil saya tanyakan kepada para siswa bagaimana sebelumnya pembelajaran penjas di tiap pertemuan? adakah materi di berikan selama ini? adakah penggunaan media belajar di lapangan? dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Miris hati ini mendengar dari siswa bercerita dengan polosnya bahwa mereka hadir sebatas mengisi waktu luang, mereka tak pernah tau pembelajaran penjas itu seperi apa dan mereka menganggap datang hadir sekedar ikut bermain dengan teman-teman dengan bermain sepakbola atau bolavoli lalu pulang.

Sebagai informasi pelajaran penjas di sekolah di mulai pada pukul 05.30 Wita dan berakhir pada pukul 07.00 Wita, sepulang mata pelajaran penjas siswa pulang ke rumah dan kembali ke sekolah pada pukul 08.00 Wita mengikuti pelajaran berikutnya.

Sejenak penulis tersadar, begitu pentingnya kehadiran seorang Guru Pendidikan jasmani disini, memberikan pemahaman pentingnya aktivitas jasmani untuk siswa, menciptakan kreasi-kreasi metode mengajar, berinovasi dengan media yang serba terbatas, mencetak insan-insan yang terampil di bidang olahraga khususnya, menegakkan kedisiplinan, memberi penyuluhan tentang pentingnya kebersihan, dan tentunya meningkatkan kebugaran siswa. Hal-hal ini membuat saya tertantang dan berkeinginan memberikan suatu perubahan.

Kini, setelah dua bulan lebih perubahan yang diinginkan perlahan mulai berasa. Siswa sekarang mulai terampil dalam mempraktikan macam-macam teknik dasar permainan dan olahraga, disiplin dalam berseragam dan atribut sekolah, tampilan siswa semakin bersih, serta kebugaran siswa makin meningkat dan tentunya menunjang siswa dalam berprestasi di sekolah umumnya.

Masih banyak hal sebagai guru penjas yang penulis belum lakukan dengan baik, toh, pengalaman belajar itu penting dan belajar dari pengalaman itu juga penting. Masih ada waktu beberapa bulan ke depan untuk menjadi lebih baik.

Tetap Semangat!




*****

Rizki Zulfitri, S.Pd.
Guru Penjaskes SM-3T Aceh
alumni FKIP Penjaskes Unsyiah

Tidak ada komentar on "Secuil Cerita Guru Penjaskes di Daerah 3T"

Leave a Reply