Ironi Prestasi Sepak Bola Aceh (Mencari Figur Ketua PSSI Aceh yang Baru)



Konflik kepengurusan sepakbola nasional beberapa tahun belakangan menjadi faktor utama menurunnya prestasi sepakbola di negeri ini. Pengurus sepakbola di daerah-daerah seakan larut oleh masalah antara elit sepakbola tersebut. Tak terkecuali Aceh, di bawah kendali Pengurus Provinsi (Pengprov) PSSI Aceh periode 2009-2013 prestasi sepakbola Aceh laksana "Poco-poco" alias jalan di tempat.

Dunia persepakbolaan Aceh belakangan disuguhi banyaknya klub-klub sepakbola Aceh yang menembus kasta tinggi persepakbolaan nasional. Mulai dari sengitnya Indonesian Super League (ISL) dan Divisi Utama di bawah naungan  BLAI -yang sempat tidak diakui- hingga ketatnya persaingan Indonesian Primer League (IPL) dan Divisi Utama di bawah operator LPIS.



Banyaknya klub Aceh berlaga di level profesional membuat sepakbola di “tanah rencong” semakin bergairah. Berbekal semangat fanatisme kedaerahan, klub-klub profesional Aceh menggunakan berbagai cara agar tetap bisa berkompetisi di tengah masalah keuangan setelah di larangnya penggunaan dana APBD untuk sepakbola profesional.

Ya, sepakbola adalah olahraga paling populer di Aceh. Dan kita semua sepakat dengan itu. Pertanyaannya apakah sepakbola Aceh kini telah berada grafik yang meningkat atau tengah berada dititik kemajuan? Jawabannya, “Tidak,” Prestasi klub-klub profesional Aceh dipentas sepakbola nasional tidak mencerminkan prestasi sepakbola kita sebenarnya. Untuk mengukur maju tidaknya prestasi olahraga suatu daerah tentu menggunakan standar yang valid, dan metode yang bisa dilakukan adalah dengan melihat hasil Pekan Olahraga Nasional (PON) terakhir.

Sebagai gambaran kita tentu tahu siapa juara ISL tahun 2012 lalu  Sriwijaya FC, prestasi gemilang klub asal Sumsel tersebut sangat bertolak belakang dengan prestasi sepakbola Provinsi Sumsel. Jangankan meraih medali, untuk tampil di ajang empat tahunan tersebut saja mereka belum lah mampu.

Bagaimana  dengan Aceh sendiri, Diasuh pelatih berpengalaman sekelas Iwan Setiawan dan berisi skuad talenta-talenta terbaik Aceh plus mendapat kesempatan emas dengan menjadi tuan rumah Pra PON Grup I tahun 2011 lalu, tapi Aceh malah terseok-seok di bawah tim kuat sumatera seperti Sumbar dan Sumut dan akhirnya gagal “unjuk gigi” di Pekanbaru.

Tapi siapa yang peduli dengan hasil tersebut karena disaat bersamaan Persiraja dan PSAP tampil gemilang di divisi utama dan setelahnya Atjeh FC menjadi kampiun di pegelaran Piala Gubernur Aceh. Masyarakat sepakbola kita tersihir oleh sepakbola profesional, padahal tampil PON adalah barometer prestasi sepakbola suatu daerah tapi seakan disepelekan, miris!

Tentu ada yang salah dalam pembinaan sepakbola kita, PSSI Pengprov Aceh lah yang paling bertanggungjawab atas mundurnya prestasi sepakbola Aceh.

Pola pembinaan bibit-bibit pemain muda yang sudah usang, struktur organisasi yang tidak menempatkan orang-orang pada posisi yang tepat karena lebih mengutamakan kedekatan secara personal atau relasi. Serta Kurangnya perhatian dalam peningkatan kapasitas sumber daya pelaku sepakbola seperti pelatih, wasit dan perangkat pertandingan.

 Dicari: Figur Baru

Sudah menjadi rahasia umum telah terjadi pelanggaran AD ART organisasi yang dilakukan oleh Ketua Umum Pengprov PSSI sendiri. Ketua Umum Pengprov PSSI Aceh H. Zainuddin Hamid atau biasa di sapa “Pak Let” sejak  tahun 2010 lalu melakukan praktek rangkap jabatan sejak terpilih menjadi Ketua Umum KONI Aceh periode 2010-2014.

Walaupun telah mewacanakan melepaskan jabatan sebagai Ketua PSSI pada 2011 lalu -bersamaan dengan kegagalan tim Pra PON Aceh- sebagai bentuk tanggungjawab beliau. Namun wacana tinggal lah wacana karena sampai dengan sekarang beliau masih menduduki jabatan tersebut. Di duga, ada pihak di dalam tubuh PSSI yang menunggangi agar Pak Let tetap di posisi tersebut. Banyak kalangan yang berpendapat faktor utama kemunduran sepakbola Aceh adalah rangkap jabatan ketua umum.

Kini setelah masa kepengurusan Pengprov PSSI Aceh periode 2009-2013 berakhir pada februari lalu, desakan untuk memilih Ketua Umum baru lewat Musyawarah Provinsi (Musprov) banyak bermunculan dari insan sepakbola. Namun publik sepakbola Aceh harus kembali bersabar dikarenakan kebijakan PSSI Pusat pada Kongres Luar Biasa (KLB) lalu (17/03), di mana PSSI meminta kepada semua Pengprov yang sudah habis masa kepengurusannya untuk menunda dulu Musprov. Seperti diketahui, Kongres Biasa PSSI diputuskan digelar pada 6 Juni 2013. Karena itu, Musprov PSSI Aceh pun akan diputuskan setelah kongres tersebut.

Dengan kata lain sebelum menutup tahun 2013 kita telah mempunyai Ketua Umum PSSI Aceh yang baru. Minus beberapa bulan bursa calon Ketua Umum pun memanas, nama-nama seperti Asri Sulaiman, Mawardi Nurdin, Atqia Abubakar, Teuku Irwan Djohan, Safwan Yusuf, Zahrudin dan Darmuda di rasa layak menjadi kandidat calon Ketua Umum. Poling pun diadakan lewat media online dan situs jejaring sosial, hasilnya nama-nama di tersebut berada dideretan atas.

Bola panas kini berada di pemilik suara dalam Musprov nanti. Pemilik suara dalam Musprov yakni pengurus cabang dan pengurus klub amatir di Aceh harus mengusung nama calon yang kompeten dan profesional demi bangkitnya sepakbola Aceh. Pemilik suara harus menggunakan hati nuraninya karena kemajuan sepakbola kita akan ditentukan dari hasil Musprov nantinya.

Ketua Umum PSSI Aceh nantinya bukanlah orang yang hanya "aji mumpung" mengurus sepakbola, akan tetapi adalah figur yang memang fokus memutar otak mengeluarkan cara-cara hebat untuk kemajuan sepakbola negeri Iskandar Muda. Ada baiknya figur yang terpilih adalah dari kalangan muda yang punya mobilitas tinggi karena mengurus sepakbola harus kerja keras.

Moga dengan terpilihnya figur Ketua Umum Pengprov PSSI Aceh yang baru nantinya sepakbola Aceh akan menemukan kejayaannya. Semoga*


*****

Rizki Zulfitri, S.Pd.
Twitter: @RizkiZulfitri

Tidak ada komentar on "Ironi Prestasi Sepak Bola Aceh (Mencari Figur Ketua PSSI Aceh yang Baru)"

Leave a Reply