Mampukah Timnas U-19 Sehebat Generasi Emas Belgia?

timnas U-19 (foto: goal.com)
Belum usai euforia keberhasilan timnas U-19 memenangi kejuaraan Piala AFF kelompok umur U-19 pada September lalu, kita kembali dibuat bangga dengan keberhasilan anak-anak Garuda muda melumat raksasa Asia, Korea Selatan pada babak kualifikasi Piala AFC U-19 di Jakarta (12/10/2013) lalu. Kemenangan tersebut membawa Indonesia menjadi pemuncak klasemen sekaligus lolos otomatis ke Piala AFC U-19 tahun 2014 di Myanmar.

Lewat tangan dingin Indra Sjafri dengan metode “blusukan”-nya telah menemukan mutiara-mutiara terpendam dari seluruh pelosok negeri. Mereka diramu menjadi sebuah tim yang solid, dan klimaksnya mampu memuaskan dahaga publik sepakbola Indonesia yang sudah menunggu lebih dari 20 tahun untuk merasakan gelar dilevel Asia Tenggara.

Bukan hanya gelar juara, kita juga disuguhi permainan menawan ala tiki-taka Barcelona -- versi Indonesianya pepepa --. Permainan bola-bola pendek dari kaki ke kaki dan mengandalkan serangan cepat lewat sayap fasih diperagakan oleh Evan Dimas Cs. Hasil statistik yang dilansir tim High Performance Unit (HPU) menunjukkan begitu lancarnya anak-anak Garuda muda melakukan passing hingga 500-600 kali per pertandingan, kontras dengan gaya permainan timnas senior yang masih banyak kesalahan passing layaknya pemain amatir.


Kini kita diliputi optimisme tinggi, hasil di kejuaraan AFF dan kualifikasi Piala AFC lalu membuat kita sadar, sebenarnya Indonesia bisa! Bahkan tanpa ditangani pelatih asing dan diperkuat pemain naturalisasi. Ya, asal ditempa dengan baik anak-anak muda kita juga mampu berprestasi, Bukan hanya di level Asia Tenggara, tapi lebih jauh mampu bersaing di level Asia bahkan Dunia.

Toh, kita punya modal bernama semangat. Semangat meraih kejayaan yang harusnya dilakukan bersama-sama bukan dengan memaksakan ego kelompok tertentu agar disebut pahlawan atau penyelamat sepakbola. Dan coba tanyakan apa arti semangat kepada Sang kapten Garuda muda, Evan Dimas Darmono, anak seorang Satpam yang selalu memberikan segalanya untuk bangsa Indonesia tercinta “Tak ada yang tidak bisa dikalahkan selain Tuhan,”

Generasi Emas

Di belahan bumi lainnya ada negara yang rakyatnya juga tengah larut dalam euforia karena sepakbola. Negara tersebut bernama Belgia, negara yang menjadi markas NATO dan Uni Eropa itu tengah merayakan keberhasilan sepakbola Belgia dengan tim nasionalnya yang berjuluk Rode Duivels memastikan lolos ke Piala Dunia 2014 di Brasil.

Belgia melenggang mulus ke Piala Dunia setelah berhasil menjadi juara grup A Zona UEFA. Walaupun pada pertandingan babak kualifikasi terakhir mereka hanya bermain imbang 1-1 melawan Wales, poin mereka tak terkejar saingan terdekatnya, Kroasia yang harus puas menjadi runner-up.

Skuad Belgia (foto:Wikipedia)
 Hebatnya lagi, mereka melalui babak kualifikasi Piala Dunia dengan rekor tanpa pernah merasakan kekalahan. Dalam sepuluh laga, mereka meraup delapan kemenangan dan dua hasil imbang melawan Wales dan Kroasia. Belgia sukses meraih poin 26 poin dari 30 poin maksimal.

Saat ini, Belgia berada di peringkat enam dalam ranking dunia FIFA (Oktober 2013). Hasil ini adalah yang terbaik yang pernah dicapai negara yang beribukota di Brussels itu. Mereka tengah menikmati masa-masa kejayaannya, saat ini Rode Duivels bermaterikan pemain-pemain muda berharga mahal yang memperkuat klub-klub top Eropa.

Sebut saja Eden Hazard, Vincent Kompany, Marouane Fellaini hingga Romelu Lukaku. Mereka adalah pentolan generasi emas sepakbola Belgia. Generasi emas yang bukan hanya dilahirkan tetapi juga hasil tempaan KBVB/URBSFA (PSSI-nya Belgia) selama satu dekade terakhir.

Begitu banyaknya pemain-pemain generasi emas Belgia yang bermain di liga-liga top Eropa telah mematangkan skill dan mental mereka yang tentunya berdampak ke prestasi timnas Belgia. Salah satu liga yang menjadi akademi bagi pemain-pemain muda Begia adalah EPL. Sangking banyaknya pemain top Belgia yang bermain di tanah Ratu Elizabeth membuat Belgia menjadi peringkat ke delapan negara terbanyak mewakilkan pemainnya di EPL.

Bahkan kini ada istilah “Invasi Belgia ke Inggris”. Jika tidak percaya lihat saja deretan nama-nama berikut: Simon Mignolet (Liverpool), Dedryck Boyata (Man. City), Jan Vertonghen (Tottenham Hotspur), Vincent Kompany (Man City), Thomas Vermaelen (Arsenal), Marouane Fellaini (Man. United), Moussa Dembele (Tottenham Hotspur), Eden Hazard (Chelsea), Nacer Chadli (Tottenham Hotspur), Kevin De Bruyne (Chelsea), Christian Benteke (Aston Villa), Kevin Mirallas (Everton), Roland Lamah (Swansea-pinjaman), Romelu Lukaku (Everton-pinjaman).

Keterlaluan bila kita membanding-bandingkaan generasi emas Belgia dengan pemain-pemain timnas Indonesia. Terlalu jauh kelasnya dan memang tidak patut untuk dibandingkan. Kita harus sadar diri, sepakbola sudah terlalu jauh ketinggalan bahkan dari negara-negara di kawasan Asia.

Ditengah badai konflik kepengurusan yang berkepanjangan ada angin segar bernama timnas U-19. Evan Dimas, Ravi Murdianto, Hansamu Yama, Zulfiandi, Muchlis Hadi Ning, Ilham Udin Armain, Yabes Roni dan pemain-pemain skuad garuda jaya lainnya adalah pemain-pemain yang diharapkan mampu membawa Indonesia berprestasi lebih jauh dimasa depan. Ekpektasi besar publik pun mengiringi langkah anak-anak Garuda muda

Saat ini mereka sudah berada di tangan yang tepat, Coach Indra Sjafri sudah berpikir keras bagaimana formula yang pas agar anak-anak muda ini tidak layu sebelum berkembang. Biarlah  “generasi emas” sepakbola Indonesia itu fokus dulu untuk perhelatan Piala AFC U-19 yang akan berlangsung tahun depan.

Jangan dulu memberi beban berat, karena sejatinya pemain muda ditempa untuk berkembang bukan untuk juara. Bintang Barcelona, Xavi Hernandez saat ditanya tentang rahasia kehebatan klub Catalan tersebut menjawab seperti ini “Di La Masia (akademi klub Barcelona) kami ditempa bukan untuk menang tapi untuk berkembang,”

Biarkan mereka menikmati prosesnya. Pentas yang sebenarnya adalah level senior, apa pun hasil yang mereka capai di level junior memang boleh dibanggakan tapi jangan ada ekspektasi berlebihan.

Tentu kita tak ingin Zulfiandi Cs bernasib sama seperti generasi emas Portugal pada saat menjuarai FIFA Youth Championship secara back to back pada tahun 1989 dan 1991. Nama-nama jebolannya seperti Luis Figo, Vitor Baia, Rui Costa hingga Abel Xavier memang menjadi bintang di level klub.Tapi di level timnas, mereka tampil melempem tanpa pernah menyumbang gelar bagi negaranya.

Momen Kebangkitan

Pada Piala Eropa 2000, sebagai tuan rumah bersama Belanda, Belgia tersingkir di penyisihan grup. Hasil buruk inilah yang membuat otoritas tertinggi sepakbola Belgia melakukakan langkah-langkah luar biasa untuk membangkitkan prestasi sepakbola Belgia. Mereka sadar, pembinaan usia muda memerlukan perubahan yang serius.

Pada tahun 2001, melalui direktur tehnik KBVB/URBSFA, Michel Sablon, meresmikan sebuah cetak biru, sebuah rencana sepuluh tahun untuk menghasilkan dan mengembangkan generasi baru sepakbola Belgia. Pengembangan generasi baru oleh asosiasi sepakbola Belgia ini juga fokus pada pembinaan kelompok usia tertentu atau spesifik area. Sepuluh tahun berselang, kita bisa lihat sendiri seperti apa Belgia sekarang.

Ibarat petani, Belgia kini tengah dalam masa memanen. Mereka yang memuai maka mereka pulalah yang menikmati hasilnya. Lalu bagaimana dengan Indonesia, sadarkah kita konflik kepengurusan dan ribut-ribut soal liga profesional telah membuang banyak waktu dan energi.

Berada dimana posisi ranking FIFA kita sekarang, ada diperingkat 162 dunia, malah sekarang berada di peringkat ke tujuh di Asia Tenggara di bawah Filipina, Thailand, Myanmar,Vietnam, Singapura dan Malaysia. Salah siapa?

Momen keberhasilan timnas U-19 harus dijadikan momen kebangkitan sepakbola nasional. Melihat atmosfer sepakbola nasional yang sudah mulai kondusif, sudah saatnya membuat sebuah cetak biru atau road map pembinaan pemain muda jangka panjang. Cetak biru yang nantinya membawa sepakbola Indonesia kembali Berjaya di dunia Internasional.

Tak ada yang instan dalam sepakbola, walaupun dampaknya baru dirasakan 10 atau 20 tahun kemudian. Kita semua harus bersabar, butuh waktu yang tidak sebentar untuk membangun sepakbola Indonesia bangkit kembali. Kita harus memulai “menanam” dan merawat dengan penuh kesabaran.

Kisah seorang Indra Sjafri yang turun langsung menjemput pemain-pemain muda berbakat ke pelosok-pelosok nusantara semoga menjadi cambuk bagi otoritas tertinggi sepakbola Indonesia untuk bekerja lebih keras. Membentuk tim juara bukan hanya urusan  mencari sebelas pemain terbaik lalu selesai. Program pembinaan muda sepatutnya dilakukan berjenjang dan jangka panjang, memfasilitasi anak-anak di seluruh negeri untuk merasakan tempaan berkualitas.

Indonesia bisa!

======

Rizki Zulfitri, S.Pd
Alumni FKIP Penjaskesrek Unsyiah, Aceh
@RizkiZulfitri

Tidak ada komentar on "Mampukah Timnas U-19 Sehebat Generasi Emas Belgia?"

Leave a Reply