timnas U-19 (foto: goal.com) |
Lewat tangan
dingin Indra Sjafri dengan metode “blusukan”-nya telah menemukan
mutiara-mutiara terpendam dari seluruh pelosok negeri. Mereka diramu menjadi
sebuah tim yang solid, dan klimaksnya mampu memuaskan dahaga publik sepakbola
Indonesia yang sudah menunggu lebih dari 20 tahun untuk merasakan gelar dilevel
Asia Tenggara.
Bukan hanya
gelar juara, kita juga disuguhi permainan menawan ala tiki-taka Barcelona -- versi Indonesianya pepepa --. Permainan bola-bola pendek dari kaki ke kaki dan
mengandalkan serangan cepat lewat sayap fasih diperagakan oleh Evan Dimas Cs.
Hasil statistik yang dilansir tim High Performance
Unit (HPU) menunjukkan begitu lancarnya anak-anak Garuda muda melakukan passing hingga 500-600 kali per
pertandingan, kontras dengan gaya permainan timnas senior yang masih banyak
kesalahan passing layaknya pemain
amatir.
Kini kita
diliputi optimisme tinggi, hasil di kejuaraan AFF dan kualifikasi Piala AFC lalu
membuat kita sadar, sebenarnya Indonesia bisa! Bahkan tanpa ditangani pelatih
asing dan diperkuat pemain naturalisasi. Ya, asal ditempa dengan baik anak-anak
muda kita juga mampu berprestasi, Bukan hanya di level Asia Tenggara, tapi
lebih jauh mampu bersaing di level Asia bahkan Dunia.
Toh, kita punya
modal bernama semangat. Semangat meraih kejayaan yang harusnya dilakukan
bersama-sama bukan dengan memaksakan ego kelompok tertentu agar disebut
pahlawan atau penyelamat sepakbola. Dan coba tanyakan apa arti semangat kepada
Sang kapten Garuda muda, Evan Dimas Darmono, anak seorang Satpam yang selalu
memberikan segalanya untuk bangsa Indonesia tercinta “Tak ada yang tidak bisa
dikalahkan selain Tuhan,”
Generasi Emas
Di belahan bumi lainnya ada negara yang rakyatnya juga
tengah larut dalam euforia karena sepakbola. Negara tersebut bernama Belgia, negara
yang menjadi markas NATO dan Uni Eropa itu tengah merayakan keberhasilan sepakbola
Belgia dengan tim nasionalnya yang berjuluk Rode Duivels memastikan lolos ke Piala Dunia 2014
di Brasil.
Belgia melenggang mulus ke Piala Dunia setelah berhasil
menjadi juara grup A Zona UEFA. Walaupun pada pertandingan babak kualifikasi terakhir
mereka hanya bermain imbang 1-1 melawan Wales, poin mereka tak terkejar saingan
terdekatnya, Kroasia yang harus puas menjadi runner-up.
Skuad Belgia (foto:Wikipedia) |
Hebatnya lagi, mereka melalui babak kualifikasi Piala Dunia dengan
rekor tanpa pernah merasakan kekalahan. Dalam sepuluh laga, mereka meraup
delapan kemenangan dan dua hasil imbang melawan Wales dan Kroasia. Belgia
sukses meraih poin 26 poin dari 30 poin maksimal.
Saat ini, Belgia berada di peringkat enam dalam ranking
dunia FIFA (Oktober 2013). Hasil ini adalah yang terbaik yang pernah dicapai negara
yang beribukota di Brussels itu. Mereka tengah menikmati masa-masa kejayaannya,
saat ini Rode Duivels bermaterikan
pemain-pemain muda berharga mahal yang memperkuat klub-klub top Eropa.
Sebut saja Eden Hazard, Vincent
Kompany, Marouane Fellaini hingga Romelu Lukaku. Mereka adalah pentolan
generasi emas sepakbola Belgia. Generasi emas yang bukan hanya dilahirkan
tetapi juga hasil tempaan KBVB/URBSFA (PSSI-nya Belgia) selama satu dekade
terakhir.
Begitu banyaknya
pemain-pemain generasi emas Belgia yang bermain di liga-liga top Eropa telah mematangkan
skill dan mental mereka yang tentunya
berdampak ke prestasi timnas Belgia. Salah satu liga yang menjadi akademi bagi
pemain-pemain muda Begia adalah EPL. Sangking banyaknya pemain top Belgia yang
bermain di tanah Ratu Elizabeth membuat Belgia menjadi peringkat ke delapan
negara terbanyak mewakilkan pemainnya di EPL.
Bahkan kini ada
istilah “Invasi Belgia ke Inggris”. Jika tidak percaya lihat saja deretan nama-nama
berikut: Simon Mignolet (Liverpool), Dedryck Boyata (Man. City), Jan Vertonghen
(Tottenham Hotspur), Vincent Kompany (Man City), Thomas Vermaelen (Arsenal),
Marouane Fellaini (Man. United), Moussa Dembele (Tottenham Hotspur), Eden
Hazard (Chelsea), Nacer Chadli (Tottenham Hotspur), Kevin De Bruyne (Chelsea),
Christian Benteke (Aston Villa), Kevin Mirallas (Everton), Roland Lamah
(Swansea-pinjaman), Romelu Lukaku (Everton-pinjaman).
Keterlaluan bila
kita membanding-bandingkaan generasi emas Belgia dengan pemain-pemain timnas
Indonesia. Terlalu jauh kelasnya dan memang tidak patut untuk dibandingkan.
Kita harus sadar diri, sepakbola sudah terlalu jauh ketinggalan bahkan dari negara-negara
di kawasan Asia.
Ditengah badai
konflik kepengurusan yang berkepanjangan ada angin segar bernama timnas U-19. Evan
Dimas, Ravi Murdianto, Hansamu Yama, Zulfiandi, Muchlis Hadi Ning, Ilham Udin
Armain, Yabes Roni dan pemain-pemain skuad garuda jaya lainnya adalah pemain-pemain
yang diharapkan mampu membawa Indonesia berprestasi lebih jauh dimasa depan.
Ekpektasi besar publik pun mengiringi langkah anak-anak Garuda muda
Saat ini mereka
sudah berada di tangan yang tepat, Coach
Indra Sjafri sudah berpikir keras bagaimana formula yang pas agar anak-anak
muda ini tidak layu sebelum berkembang. Biarlah
“generasi emas” sepakbola Indonesia itu fokus dulu untuk perhelatan Piala
AFC U-19 yang akan berlangsung tahun depan.
Jangan dulu
memberi beban berat, karena sejatinya pemain muda ditempa untuk berkembang
bukan untuk juara. Bintang Barcelona, Xavi Hernandez saat ditanya tentang
rahasia kehebatan klub Catalan
tersebut menjawab seperti ini “Di La Masia (akademi klub Barcelona) kami
ditempa bukan untuk menang tapi untuk berkembang,”
Biarkan mereka
menikmati prosesnya. Pentas yang sebenarnya adalah level senior, apa pun hasil
yang mereka capai di level junior memang boleh dibanggakan tapi jangan ada
ekspektasi berlebihan.
Tentu kita tak
ingin Zulfiandi Cs bernasib sama seperti generasi emas Portugal pada saat
menjuarai FIFA Youth Championship secara back
to back pada tahun 1989 dan 1991. Nama-nama jebolannya seperti Luis Figo,
Vitor Baia, Rui Costa hingga Abel Xavier memang menjadi bintang di level
klub.Tapi di level timnas, mereka tampil melempem tanpa pernah menyumbang gelar
bagi negaranya.
Momen
Kebangkitan
Pada Piala Eropa
2000, sebagai tuan rumah bersama Belanda, Belgia tersingkir di penyisihan grup.
Hasil buruk inilah yang membuat otoritas tertinggi sepakbola Belgia melakukakan
langkah-langkah luar biasa untuk membangkitkan prestasi sepakbola Belgia. Mereka
sadar, pembinaan usia muda memerlukan perubahan yang serius.
Pada tahun 2001,
melalui direktur tehnik KBVB/URBSFA, Michel Sablon, meresmikan sebuah cetak biru,
sebuah rencana sepuluh tahun untuk menghasilkan dan mengembangkan generasi baru
sepakbola Belgia. Pengembangan generasi baru oleh asosiasi sepakbola Belgia ini
juga fokus pada pembinaan kelompok usia tertentu atau spesifik area. Sepuluh
tahun berselang, kita bisa lihat sendiri seperti apa Belgia sekarang.
Ibarat petani,
Belgia kini tengah dalam masa memanen. Mereka yang memuai maka mereka pulalah yang
menikmati hasilnya. Lalu
bagaimana dengan Indonesia, sadarkah kita konflik kepengurusan dan ribut-ribut
soal liga profesional telah membuang banyak waktu dan energi.
Berada dimana posisi
ranking FIFA kita sekarang, ada diperingkat 162 dunia, malah sekarang berada di
peringkat ke tujuh di Asia Tenggara di bawah Filipina, Thailand, Myanmar,Vietnam,
Singapura dan Malaysia. Salah siapa?
Momen
keberhasilan timnas U-19 harus dijadikan momen kebangkitan sepakbola nasional. Melihat
atmosfer sepakbola nasional yang sudah mulai kondusif, sudah saatnya membuat
sebuah cetak biru atau road map pembinaan
pemain muda jangka panjang. Cetak biru yang nantinya membawa sepakbola Indonesia
kembali Berjaya di dunia Internasional.
Tak ada yang
instan dalam sepakbola, walaupun dampaknya baru dirasakan 10 atau 20 tahun
kemudian. Kita semua harus bersabar, butuh waktu yang tidak sebentar untuk
membangun sepakbola Indonesia bangkit kembali. Kita harus memulai “menanam” dan
merawat dengan penuh kesabaran.
Kisah seorang
Indra Sjafri yang turun langsung menjemput pemain-pemain muda berbakat ke
pelosok-pelosok nusantara semoga menjadi cambuk bagi otoritas tertinggi
sepakbola Indonesia untuk bekerja lebih keras. Membentuk tim juara bukan hanya
urusan mencari sebelas pemain terbaik
lalu selesai. Program pembinaan muda sepatutnya dilakukan berjenjang dan jangka
panjang, memfasilitasi anak-anak di seluruh negeri untuk merasakan tempaan
berkualitas.
Indonesia bisa!
======
Rizki Zulfitri,
S.Pd
Alumni FKIP
Penjaskesrek Unsyiah, Aceh
@RizkiZulfitri
Tidak ada komentar on "Mampukah Timnas U-19 Sehebat Generasi Emas Belgia?"