penyanyi pop Ambon, Doddie Latuharhary (foto: youtube.com) |
Rindu pastinya,
keramah-tamahan orang timur seperti menarik saya untuk kembali kesana,tapi
entah kapan terlaksana. Berjuta kenangan tertinggal di sana, senyum manis
keluarga baru, teman dan anak didik masih tersimpan jelas diingatan. Belum lagi
pembauran saya dengan masyarakat mengakibatkan telah terjadi pencampuran
budaya, saya jadi tahu bahasa daerah, tradisi, kebiasaan-kebiasaan dan segala kearifan
lokal yang ada di sana.
Ngomong-ngomong
soal kebiasaan, saya paham betul apa yang paling digemari orang timur.
Jawabannya sederhana: musik! Ke sudut mana anda berada yang terdengar adalah
musik. Di rumah-rumah, angkutan umum, warnet, terpasang speaker besar yang memekakkan telinga. Bagi mereka tiada hari hidup
tanpa musik.
Lucunya, jarang
terdengar lagu-lagu Indonesia keluaran terbaru, paling-paling yang sering
terdengar adalah lagu-lagu lawas Indonesia angkatan 80-an. Mereka lebih gemar
mendengar lagu-lagu western dengan
nada-nada menghentak, dari genre
R&B, Hip-Hop, Pop hingga Reggae. Sempat timbul dipikiran saya, “Ini mereka
gak update atau memang kurang
nasionalis,”
Ada satu genre musik yang juga tak kalah laris di
tanah timur, jenis musik itu bernama musik
pop Ambon. Mendengar musik lokal kita pasti membayangkan lagu-lagu
berbahasa daerah yang kaku. Tapi hal ini berbeda dengan pop Ambon, lirik-lirik berbahasa
daerah bertemakan cinta dibalut dengan kualitas musik yang matang dan suara
penyanyinya yang merdu, kombinasi yang pas!
Ya, saya telah
jatuh cinta dengan lagu-lagu Ambon. Sedikit banyaknya saya bisa melafalkan lagu-lagu
Ambon. Ale, beta, katong, seng, deng adalah beberapa kata yang memorable. Saya juga punya penyanyi favorit
bernama Doddie Latuharhary. Ia adalah seorang penyanyi yang juga mantan
petinju, lagu-lagu hits-nya seperti Danke,
Semata wayang, Luka, Dingin, tersimpan manis di-playlist.
Sebegitu
larisnya musik Ambon hingga dinikmati bukan hanya oleh masyarakat Ambon atau
Maluku pada umumnya. Musik Ambon yang notabene hanya musik lokal telah melintas
pulau bahkan provinsi. Jarak Maluku dan NTT bukan dekat (bisa dilihat dipeta
atau google maps).
Tapi inilah
bukti bahwa musik itu universal.
Ada fakta
menarik, baru-baru ini -- sepulangnya ke Aceh --, saya mendengar ada salah satu
tempat penginapan di Aceh yang memutar lagu-lagu Ambon. Saat masih di Lembata,
saya juga pernah mendengarkan lagu Ambon diputar oleh stasiun televisi lokal di
Papua. Wah, artinya musik Ambon sudah terdengar di ujung barat dan di ujung
timur Indonesia. Hebat!
Pada 8 Oktober tahun 2011, Gubernur Maluku Karel Albert
Ralahalu dan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy mendeklarasikan Kota Ambon
sebagai Kota Musik dalam acara Ambon Jazz
Plus Festival 2011. Kota Ambon memang layak dijuluki sebagai kota musik,
gairah masyarakatnya terhadap musik memang tak terbantahkan.
Jangan heran banyak lahir musisi hebat dari tanah Pattimura,
sebut saja Franky Sahilatua, Utha Likumahua, Harvey Maliholo, Broery Pesulima,
Andre Hehanusa, Glen Fredly, Benny Likumahua, Barry Likumahua, Nicky Manuputy
(Saxofon), Marcello Taihitu, Monita Tahalea, Jflow dan masih banyak lagi.
Ingat timur,
pasti ingat musik Ambon. Bagi saya mendengarkan lagu-lagu Ambon membuat saya
bernostalgia masa-masa berada di timur sana. Bayangan-bayangan kenangan muncul
dengan sendirinya saat mendengar lagu-lagu Ambon, alunannya yang syahdu dan
mendayu-dayu membuat larut.
Satu harapan
saya, semoga suatu saat bisa berkunjung lagi ke kawasan timur Indonesia
khususnya kabupaten Lembata, dan bila Tuhan mengizinkan saya ingin menginjakkan
kaki di tanah Ambon untuk menikmati lagu-lagu Ambon langsung dari “akar”-nya.
Semoga*
=====
Rizki Zulfitri
Tidak ada komentar on "Ingat Timur, Ingat Musik Ambon"