26 Januari



Dok. Pribadi

“Laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali,” 
( Soekarno)

***

26 Januari 2009, aku masih hafal betul tanggal itu. Ya, ku yakin kau juga sama. Di tanggal itulah kali pertama kita mengikat tali cinta. Kala itu kau dan aku hanya sepasang remaja yang belum paham apa itu makna cinta. Semua mengalir begitu saja, hingga sekarang kita sadar bahwa kita adalah dua makhluk yang tak ingin berpisah.

Pada awalnya aku tak yakin 26Januari menjadi tanggal yang begitu berarti. Tak ada yang percaya kita akan terus bersama merayakan tanggal itu tiap tahunnya, bahkan oleh kita sendiri.
Baca selengkapnya »

Gading, Mahar Kawin Orang Lamaholot



Sumber foto: lamalerakoteklema.blogspot.com
“Pa Guru, kalau mau cari istri orang sini mudah saja, di Sumatera pasti banyak gajah ko?” Saya bisa tertawa geli sendiri jika ingat-ingat candaan dari seorang teman tadi. Tapi yang dikatakanntya itu memang fakta, bukan candaan. Aturan ini berlaku dalam adat etnis Lamaholot, bila anda ingin menikahi seorang gadis dari suku Lamaholot, mahar atau mas kawinnya berupa gading gajah.

Etnis Lamaholot dikenal sebagai etnis yang sangat kental akan adat dan budayanya. Etnis ini mendiami Flores Timur daratan, Pulau Adonara, Pulau Solor, Pulau Lembata dan Pulau Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Etnis ini sangat menjunjung tinggi kearifan lokal, jangan heran masih banyak prosesi atau ritual adat yang masih dilakukan hingga kini, termasuk persoalan pernikahan.

Saya pernah berkesempatan menginjakkan kaki di tanah Lembata, salah satu daerah yang banyak didiami penduduk etnis Lamaholot. Tepatnya tahun lalu, saya menjadi salah seorang pendidik di daerah pedalaman Lembata. Selama satu tahun di sana saya terkesima dengan  begitu taatnya penduduk terhadap adat yang berlaku. Hal yang mungkin langka terjadi di kawasan Indonesia lainnya.
Baca selengkapnya »

(Bukan) Pemain Bola



Foto: Dok. Pribadi

Lebih enam tahun lamanya pergi merantau demi menuntut ilmu, membuatku kehilangan banyak momen bersama teman-teman  masa kecilku dulu. Semuanya sudah banyak berubah, tak lagi seperti dulu. Tak ada canda tawa lepas  tanpa beban khas anak-anak SMA. Semuanya kini lebih serius, lebih dewasa. Topik pembicaraan kini didominasi tentang pekerjaan atau aktivitas sehari-hari yang menurutku kaku.

Mungkin satu hal yang tak berubah, apa yang mereka pikir tentangku. Dua minggu yang  lalu, tak sengaja bertemu seorang teman yang sudah lima tahun lamanya tidak bersua. Namanya Arief, Ia temanku saat masih sama-sama berlatih di SSB di kotaku. Setelah saling berjabat tangan dan menanyakan kabar, lalu Ia kembali mulai membuka percakapan lewat pertanyaan,
“Main di (klub) mana sekarang?” tanyanya.

“Gak ada,” jawabku singkat.

“Kenapa? Gak main bola lagi?”  tanyanya dengan serius.

Aku terdiam sejenak, lalu menjawab pelan “Aku masih pendidikan,”

***
Baca selengkapnya »

Sport Science Untuk Sepak Bola Indonesia Yang Lebih Baik



foto: solenthess.blogspot.com

“Memajukan sepak bola tidak bisa dengan cara-cara lama, tapi harus dengan pendekatan sport science,”

Kata-kata seperti di atas mungkin kerap kali terdengar dari tokoh-tokoh pembina sepak bola kita. Ya, Sport science telah menjadi istilah yang lazim digunakan untuk menunjukkan keseriusan melakukan reformasi pengembangan sepak bola di tanah air. Bahkan oleh Ketua PSSI saat ini, Djohar Arifin menjadikan sport science sebagai salah satu dari lima pilar pengembangan sepak bola dalam program kerjanya.

Sebegitu penting dan berpengaruhkah penerapan sport science untuk memajukan prestasi sepak bola tanah air yang semakin lama semakin terpuruk ini. Atau mungkin sport science hanyalah sebuah istilah “manis” yang lagi-lagi cuma sekedar wacana alias mimpi. 
Baca selengkapnya »