Apa
itu e-learning? Electronic learning
(biasa disingkat: e-learning) adalah cara baru dalam dunia belajar-mengajar.
Menurut Hartley (2001), e-learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang
memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media
internet, intranet atau media jaringan komputer lain.
Kehadiran
e-learning telah mengubah cara belajar mengajar konvensional, yang selama ini
lewat tatap muka di ruang kelas menjadi pembelajaran berbasis internet atau online. Sebagai gambaran, seorang guru
tidak perlu menjelaskan tentang materi pelajaran di depan kelas. Guru cukup
menampilkan materi via Learning
Management System (LMS) sebagai kelas virtual. Materi tersebut bisa dalam
bentuk modul yang dilengkapi dengan multimedia pendukung seperti gambar dan
video yang memperkuat isi materi. Dalam ruang kelas virtual ini tersebut juga
dilengkapi dengan aplikasi chat untuk
sarana interaksi peserta didik dan pembelajar.
Banyak
sekali keuntungan yang didapat dari penerapan e-learning. Dengan e-learning
pembelajar dan peserta didik dapat menghemat waktu proses belajar mengajar,
menghemat biaya pendidikan secara keseluruhan (infrastruktur, peralatan,buku),
menjangkau wilayah geografis yang lebih luas dan melatih pelajar lebih mandiri
dalam mendapatkan ilmu pengetahuan.
E-learning
sendiri beberapa tahun belakangan telah diterapkan di sekolah-sekolah dan Perguruan
Tinggi di di Indonesia. Akan tetapi e-learning belumlah menjangkau ke seluruh
negeri. Terkhusus di daerah-daerah terpencil, terbatasnya infrastruktur dan
keterampilan guru menjadi kendala utama. Padahal, bila diterapkan dengan
optimal e-learning bisa menjadi jawaban atas hambatan pemerataan pendidikan di
Indonesia
,
Komplemen
Penerapan
e-learning bukan tanpa celah. Seperti kata pepatah “Tak ada gading yang tak
retak”. E-learning tentu juga punya kelemahan. Penerapan electronik learning di
sekolah membuat kehadiran guru sebagai pendidik porsinya berkurang bahkan
hilang sama sekali. Padahal seorang siswa notabenenya adalah anak-anak di bawah
umur yang masih membutuhkan bimbingan orang dewasa (guru) dalam pembentukan
mental, karakter dan disiplinnya. Dalam hal ini jelas elektronik atau internet
tidak akan mampu menggantikan posisi seorang guru.
Menurut
Siahaan (2004 ), Ada tiga fungsi e-learning terhadap kegiatan pembelajaran di
dalam kelas (classroom instruction), yakni: Suplemen (tambahan), Komplemen
(pelengkap) dan Subsitusi (pengganti).
Dalam
fungsi Suplemen, siswa mempunyai kebebasan memilih apakah memanfaatkan
e-learning atau tidak. Sekalipun sifatnya opsional, tentu sangat bermanfaat
apabila siswa memilih e-learning sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan.
Dalam fungsi Substitusi, e-learning digunakan sebagai pengganti kegiatan
belajar. Akan berdampak tidak baik bagi siswa apabila mempercayakan sepenuhnya
kepada internet sebagai pengganti kegiatan belajar konvensional. Disatu sisi
mungkin anak akan tumbuh menjadi mandiri dalam belajar, tapi disisi lainnya
anak akan kehilangan seorang pembimbing dalam diri guru.
Pembelajaran
tatap muka tetaplah penting karena di dalam kelas terjadi proses interaksi
antara guru dan siswa, yang mana guru diharapkan menjadi teladan bagi siswa. Hemat
penulis, penerapan e-learning di Indonesia lebih tepat difungsikan sebagai komplemen dari
pembelajaran konvensional. Fungsi komplemen adalah pembelajaran elektronik
menyempurnakan atau melengkapi materi pelajaran di dalam kelas. E-learning bisa
menjadi jam tambahan belajar bagi siswa dengan memberikan pengayaan ataupun
remedial. Hal ini mendorong siswa untuk mandiri dalam mencari materi belajar.
E-learning
hanya satu dari sekian banyak teknologi yang bisa digunakan dalam proses
belajar mengajar. Kehadiran e-learning seyogyanya tidak menghilangkan fungsi
guru akan tetapi menjadi alat bantu guru untuk mendorong siswa neningkatkan
pengetahuan dan pemahaman materi belajar.
Seperti
yang kita tahu pendidikan di Indonesia sangat menekankan pada tiga aspek, yakni
afektif, kognitif dan psikomotor. Khusus aspek afektif akhir-akhir ini mendapat
perhatian lebih karena begitu merosotnya moral anak bangsa. Hal ini sudah disadari
betul oleh Pemerintah dengan diterapkannya Kurikulum 2013 pada Juli lalu, yang
sangat konsen pada pembentukan karakter siswa.
Kita
semua menginginkan lahirnya generasi penerus yang unggul dalam ilmu
pengetahuan. E-learning bisa sangat membantu. Tapi kita juga tidak mungkin
menyerahkan sepenuhnya pendidikan kepada perangkat-perangkat elektronik. Kita tentu
tidak ingin melihat lahirnya generasi cerdas tapi akhlaknya terpuruk. Yang kita
cita-citakan bersama lahirnya generasi Indonesia yang balance antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan moral.
=====
Rizki
Zulfitri, S.Pd
Guru
Pendidikan Jasmani alumnus FKIP Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Tidak ada komentar on "E-learning: Guru, Siswa dan Teknologi"