Saatnya Aceh Jadi Tuan Rumah PON



Status tuan rumah ajang Pekan Olah raga Nasional (PON) dalam beberapa edisi penyelenggaraan terakhir menjadi rebutan Provinsi-provinsi di Indonesia. Lihat saja bidding (bursa pencalonan) tuan rumah PON edisi ke- XX yang menurut rencana akan diselenggarakan pada tahun 2020 mendatang. Papua, Bali, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Utara dan Aceh bersaing ketat menjadi tuan rumah pesta olah raga terakbar di tanah air itu.

Bukan tanpa alasan daerah-daerah di atas berebut status host even empat tahunan itu. Menjadi tuan rumah PON dipercaya mendapat banyak keuntungan. Pertama, Keuntungan secara prestasi. Menjadi tuan rumah punya motivasi lebih karena para atlet berlaga di rumah sendiri. Tuan rumah juga diuntungkan dalam penyiapan atlet mereka karena sudah lebih awal beradaptasi menggunakan venue-venue yang menjadi arena pertandingan. Tidak heran jika dari beberapa penyelenggaraan terakhir daerah yang menjadi tuan rumah PON perolehan medalinya melonjak drastis.

Dampak jangka panjangnya, pembaharuan infrastruktur lewat membangun ataupun merenovasi venue-venue yang dipersiapkan untuk PON. Nantinya arena pertandingan tersebut akan menjadi aset daerah dan dikelola oleh daerah penyelenggara PON. Ke depannya tuan rumah tidak dipusingkan lagi dengan keterbatasan sarana dan prasarana sebagai penunjang prestasi olah raga. Hal ini diyakini bisa meningkatkan prestasi olah raga penyelenggara PON dimasa depan.

Kedua, keuntungan dari segi ekonomi juga tak kalah menggiurkan. Pengamat ekonomi memperkirakan, uang yang berputar dalam penyelenggaraan PON di luar Jawa, bisa berkisar Rp 1,5 triliun hingga Rp 2 triliun. Dari jumlah fantastis itu lebih separuh atau sekitar Rp 800 miliar berputar di sektor perekonomian rakyat. PON akan menggerakkan mata rantai bisnis dari akomodasi, transportasi, komunikasi, kuliner, wisata, souvenir, marchandise dan lain lain sebagainya. Yang terpenting adalah membuka lapangan kerja bagi warga daerahnya.

Ketiga, PON menguntungkan dalam hal promosi daerah. Pagelaran PON secara tidak langsung telah mengundang datangnya para “pencari berita” yang meliput semua cabang olah raga yang dipertandingkan. Jumlah media yang datang dari seluruh Indonesia baik cetak maupun elektronik diperkirakan bisa mencapai 2000 orang lebih. Para insan pers inilah yang nantinya memperkenalkan daerah penyelelenggara PON ke seluruh penjuru tanah air. Mulai dari lokasi venue, penginapan, tempat wisata, kuliner, yang otomatis mendongkrak nama dan gengsi daerah penyelenggara.

Tapi menyelenggarakan PON butuh modal yang tidak sedikit. Semisal tuan rumah PON XIX tahun 2016 mendatang, Jawa Barat (Jabar). Pemerintah Provinsi Jabar menyediakan dana hingga Rp 800 miliar sebagai tuan rumah PON 2016. Dana sebesar itu disiapkan untuk membangun venue baru dan merehabilitasi venue-venue lama agar layak digunakan sebagi arena PON 2016. Sedikit ke belakang, pada PON XVIII 2012 Riau lalu menghabiskan dana pembangunan arena hingga mencapai Rp 1,1 triliun. Tapi nilai-nilai Rupiah tersebut dipercaya akan kembali ke kas daerah bila penyelenggaraan PON berlangsung sukses.

Aceh Punya Peluang

Lalu bagaimana dengan peluang Aceh menjadi tuan rumah PON XX tahun 2020 mendatang? Peluang Aceh sangatlah terbuka. Pemerintah Aceh sudah menunjukkan keseriusan. Seperti diberitakan harian Serambi Indonesia (29/11/2013), Wakil Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf memimpin langsung delegasi Aceh untuk mendaftarkan sebagai calon tuan rumah PON ke kantor KONI pusat di Jakarta. Dijelaskan Mualem -- sapaan akrab Muzakkir Manaf -- alasan Pemerintah Aceh mendaftarkan diri sebagai tuan rumah PON XX adalah dalam rangka mengimplimentasikan MoU Helsinki, yakni meningkatkan integrasi nasional, memupuk rasa kebangsaan serta meningkatkan rasa kesatuan dan persatuan.

Apresiasi patut diberikan insan olah raga kepada Pemerintah Aceh yang telah melakukan gebrakan dalam memajukan olah raga di tanah rencong. Menjadi penyelenggara PON bisa menjadi jawaban atas prestasi olah raga Aceh yang tengah terpuruk. Pada PON 2012 di Riau lalu, Aceh hanya mampu menempati peringkat 25 dari 33 Provinsi yang berlaga. Ranking Aceh masih jauh dari harapan, menjadi tuan rumah nantinya bisa menjadi titik balik prestasi olah raga Aceh. Dengan prestasi olah raga, Harkat dan martabat Aceh dipentas nasional otomatis akan terdongkrak.

Menjadi tuan rumah PON bisa menjadi alat kampanye bahwa Aceh komit menjadi bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bersama-sama Provinsi lainnya Aceh ingin turut memajukan olah raga nasional. Sebagai daerah yang pernah bergejolak berpuluh-puluh tahun lamanya. Keinginan Aceh menjadi host even penting seperti PON ini bisa menjadi posisi tawar tersendiri. Masalah dana tidak menjadi soal. Tanpa dana Otonomi khusus yang berlimpah itu, Aceh juga mampu menyiapkan dana untuk keperluan PON karena seluruh Kabupaten/Kota Aceh sudah mendukung penuh.

Saingan terberat Aceh dalam bidding tuan rumah PON adalah Jawa Tengah, Papua dan Sumatera Utara. Khusus Jateng dan Sumut sudah pernah menjadi host.  Jateng menjadi tuan rumah pada saat PON I tahun 1948 tepatnya di Kota Surakarta (Solo). Sedangkan Sumut menjadi tuan rumah PON III tahun 1953 bertempat di Kota Medan.Yang menarik adalah ada nama Aceh dan Papua, dua daerah yang sama-sama pernah menjadi daerah konflik -- bahkan Papua masih bergejolak. Aceh dan Papua seperti persaingan antara daerah paling barat dan daerah paling timur Indonesia.

Papua sendiri telah melakukan lobi-lobi dan mendapat dukungan dari daerah-daerah kawasan timur seperti Maluku dan Maluku Utara. Sedang Aceh mendapat dukungan dari Provinsi-provinsi yang mendiami pulau Sumatera. Jika tidak, untuk mencari lebih banyak dukungan Aceh dan Sumut bisa menjajaki menjadi tuan rumah bersama. Tuan rumah bersama Aceh-Sumut ini sangat ideal karena secara geografis kedua daerah bertetangga. Selain itu efesien mengurangi beban anggaran. Bila terwujud, tuan rumah bersama ini akan menjadi yang pertama sepanjang sejarah penyelenggaraan PON.

Jaga Esensi PON

Sepanjang sejarah penyelenggaraan PON hanya beberapa daerah saja yang pernah menjadi host, Jateng. DKI Jakarta, Sumut, Sulsel, Jabar, Jatim, Sumsel, Kaltim dan Riau adalah daerah-daerah yang mendapat kehormatan menjadi tuan rumah PON. Belum banyak provinsi di Indonesia menjadi tuan rumah PON, karena selama masa orde baru PON diselenggarakan terpusat di Jakarta.

Melihat fakta sejarah, bahwa PON I tahun 1948 diselenggarakan untuk menunjukkan kepada dunia luar bahwa di tengah-tengah keadaan darurat mempertahankan kemerdekaan, Indonesia mampu menggalang persatuan dan kesatuan bangsa. Menurut Maulwi Saelan dalam bukunya “Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa” PON kala itu menjadi lambang perjuangan. Bagi para atlet yang berlaga waktu itu. PON dijadikan sebagai sarana membulatkan tekad, menggalang solidaritas dan semangat untuk menggempur Belanda meninggalkan bumi pertiwi.

Ironisnya esensi PON yang lekat dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan bangsa kini mulai pudar atau bisa jadi telah hilang. Merujuk dari penyelenggaraan terakhir di Riau tahun 2012 lalu. Legislatif dan eksekutif Pemerintah Provinsi Riau terbukti telah lalai mengelola dana yang digunakan untuk pembangunan arena PON. Ya, Korupsi telah merasuk dan meracuni nilai-nilai suci PON dan olah raga. PON telah dijadikan alat  pengeruk kekayaan. Miris!

Bila Aceh terpilih menjadi tuan rumah nantinya, sudah sepantasnya pihak-pihak terkait menjaga nama baik Aceh sebagai Provinsi bermartabat. Jangan ada niat memanfaatkan keadaan. Mendaftarkan diri sebagai host harus murni karena niat suci membangun olah raga dan meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat bumi Serambi Mekkah. Dan kita harus bersabar menunggu proses verifikasi yang dilakukan oleh pihak KONI Pusat sampai Januari mendatang. Baru Februari 2014, KONI akan mengumumkan tiga daerah yang dinominasikan sebagai host sebelum kemudian diputuskan oleh Pemerintah (Presiden) siapa yang nantinya mendapat kehormatan menghelat PON 2020. Semoga.

=====

Rizki Zulfitri
Alumni FKIP Penjaskesrek Unsyiah
@RizkiZulfitri

Tidak ada komentar on "Saatnya Aceh Jadi Tuan Rumah PON"

Leave a Reply