Lestarikan Aset Wisata Sejarah Aceh!


sepasang pedang VOC (foto: tribunnews.com)
Belum lama ini kita dihebohkan dengan penemuan koin emas kuno di Kampung Pande, kecamatan Kutaraja, Banda Aceh pada hari Minggu (10/11/2013) lalu. Koin-koin emas mata uang dirham yang dipercaya sebagai peninggalan kesultanan Aceh Darussalam ini ditemukan oleh masyarakat yang sedang mencari tiram di rawa-rawa desa tersebut. Dua hari berselang (13/11/2013) masyarakat kembali geger dengan ditemukannya sepasang pedang berlapis emas bertuliskan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) di kampung penuh sejarah itu.

Ditemukannya dua peninggalan sejarah tersebut kembali mengingatkan kita akan kebesaran sejarah Aceh dimasa lalu. Dikutip dari Wikipedia, di Aceh dahulunya ada sebuah kerajaan Islam bernama Kesultanan Aceh Darussalam yang memiliki sejarah sangat panjang (1496-1903 M). Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kesultanan Samudera Pasai yang hancur pada abad ke-14. 

Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Pada awalnya kerajaan ini berdiri atas wilayah Kerajaan Lamuri, kemudian menundukkan dan menyatukan beberapa wilayah kerajaan sekitarnya mencakup Daya, Pedir, Lidie dan Nakur. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera yang berpusat di Kutaraja (Banda Aceh).

 Terukir dalam sejarah kemegahan masa lampau Aceh. Terutama karena kemampuan Kesultanan Aceh mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmen dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuan menjalin hubungan diplomatik dengan Negara lain.

Aceh Darussalam mengalami kejayaan pada zaman kekuasaan Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam (Sultan Aceh ke-19). Menurut seorang penjelajah asal Perancis yang tiba di Aceh pada masa itu, kekuasaan Aceh pada zaman itu mencapai pesisir barat Minangkabau hingga Perak.

Belanda datang dan menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 atau yang dikenal dengan sebutan Perang Aceh. Kesultanan Aceh pun runtuh pada tahun 1904 setelah Belanda berhasil menguasai Kutaraja. Sultan Aceh terakhir, Sultan M. Dawud menyerahkan diri kepada Belanda setelah istri, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap Belanda.

Potensi Wisata Sejarah

Melihat begitu panjang sejarah Kesultanan Aceh ironisnya hanya sedikit peninggalan sejarah Kesultanan  Aceh yang masih bisa kita lihat hingga kini. Contohnya saja Masjid Raya Baiturrahman, Taman Putroe Phang, Gunongan, kompleks pemakaman Kherkoff Peucut, Lonceng Cakra Donya, Pinto Khop, Perpustakaan Tanoh Abee, Masjid Tua Indrapuri, Benteng Indra Patra, Benteng Iskandar Muda, Pendopo, Makam Syiah Kuala, Makam Laksamana Malahayati dan Makam Iskandar Muda.

Sebenarnya masih banyak lagi aset peninggalan masa lampau yang hingga kini belum terjamah dan kurang mendapat perhatian pemerintah. Sebut saja situs-situs artefak peninggalan Kerajaan Lamuri di Aceh Besar, Makam-makam kuno di Kampung Pande (dipercaya sebagai Makam Tuanku Di Kandang dan Makam Putroe Ijo), Mercusuar Portugis di Pulau Breueh dan masih banyak lagi.

Ada juga tempat-tempat peninggalan sejarah kesultanan Aceh yang selama ini dikelola oleh pemerintah setempat sebagai cagar budaya tapi kondisinya terbengkalai. Contohnya Benteng Indra Patra dan benteng Iskandar Muda yang menjadi saksi bisu kekuatan militer Kesultanan Aceh kini kondisinya tidak terawat. Kondisi bangunan dipenuhi  lumut bahkan ada tembok yang hancur. Miris!
 
Benteng Indra Patra yang terbengkalai
Padahal bila dikelola dengan baik aset wisata sejarah ini bisa menjadi sumber pendapatan daerah lewat kedatangan wisatawan. Selama ini Aceh terkesan lebih mengutamakan promosi wisata peninggalan tsunami ataupun wisata bahari. Kalaupun ada usaha mengakomodir paket wisata yang memadukan antara wisata tsunami, wisata bahari dan wisata sejarah Aceh pasti porsi wisata sejarah sangat kecil

Wisata sejarah sangat berkaitan erat dengan pengelolaan pusaka (heritage) sebagai warisan kebudayaan masa lalu atau peninggalan alam. Di Indonesia masalah heritage ini diatur dalam UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Dijelaskan dalam undang-undang tersebut benda cagar budaya baik buatan manusia maupun benda alam adalah benda yang dianggap mempunyai nilai penting bagi  sejarah ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Wisata aset sejarah Kesultanan Aceh sangat potensial dalam pengembangan pariwisata. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa pariwisata pusaka -- dapat diartikan sebagai sejarah -- adalah bagian dari industri pariwisata yang paling maju perkembangannya (Jamieson 1998; Boniface & Fowler, dalam Cahyadi, 2009).

Generasi Muda Harus “Melek” Sejarah

Percuma mendatangkan banyak wisatawan jika masyarakatnya sendiri “buta” akan sejarahnya. Menghidupkan pariswisata yang bermotif  sejarah tentu menuntut masyarakat sekitar menjadi referensi sejarah. Para wisatawan pastinya ingin banyak tahu cerita tentang tempat sejarah yang dikunjunginya.

Masyarakatnya terkhusus generasi muda harus diberikan pendidikan sejarah lokal. Selama ini pengetahuan sejarah lokal hanya didapat dari mulut ke mulut. Kurangnya pengetahuan dan informasi membuat generasi muda seakan menyepelekan sejarah. Banyaknya aset sejarah yang terbengkalai, dijual, dicuri ataupun dirusak salah satunya disebabkan masyarakatnya tidak paham sejarah. Hal seperti ini terjadi di seluruh Indonesia. Apabila masyarakat “melek” akan sejarah pasti mereka lebih menghargai dan menjaga pusaka peninggalan sejarah disekitarnya.

Sejarahwan, masyarakat dan pihak-pihak terkait harus bekerjasama dalam upaya melestarikan aset-aset sejarah. Harus ada solusi. Buat anak muda sedekat mungkin dengan sejarah. Bisa dengan memperbanyak buku-buku tentang sejarah lokal yang dikemas dengan menarik agar menarik minat anak muda. Gunakan media jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter untuk mengkampanyekan kesadaran pentingnya mengerti sejarah.Perbanyak website atau blog yang membahas kisah-kisah dan peninggalan sejarah. Bentuk komunitas masyarakat peduli aset sejarah.

Jangan sampai ada lagi pusaka yang dirusak, dikotori, dijualbelikan, ditelantarkan. Harus ada sanksi tegas untuk pelaku. Lestarikan warisan sejarah nenek moyang karena disanalah tersimpan masa lalu gemilang. Kalau bukan sekarang kapan lagi? Kalau bukan kita siapa lagi?

=====

Rizki Zulfitri

Tidak ada komentar on "Lestarikan Aset Wisata Sejarah Aceh!"

Leave a Reply