Jejak Pesepak Bola Aceh di Timnas (Who The Next Ismed Sofyan?)

Ismed Sofyan (Foto; www.zimbio.com)
Akhir-akhir ini ditengah kebobrokan prestasi sepakbola nasional, kita seakan kembali bergairah dengan kedatangan tiga klub elit Eropa. Tak tanggung-tanggung raksasa English Premier League (EPL) Arsenal, Liverpool dan Chelsea, yang dalam waktu berdekatan menyambangi Gelora Bung Karno dalam kampanye Tour Asian mereka. Dengan mengandalkan pemain-pemain terbaiknya, mereka tampil “serius” menghadapi kumpulan pemain-pemain terbaik Indonesia.



Bukan rahasia lagi negara kita adalah pasar terbesar di Asia Tenggara, hal ini menjadikan lawatan ketiganya ke Indonesia lebih kepada strategi perluasan bisnis dan tentunya meraih pundi-pundi uang, Terlepas dari tujuan hadir ketiganya ke negara yang “hanya” berperingkat 170 FIFA, menghadapi klub top Eropa adalah suatu kebangggan dan juga momentum bagi pesepakbola kita untuk belajar dari pemain-pemain kelas dunia.



Menarik jika menilik susunan pemain asuhan pelatih Jackson F. Tiago pada laga melawan Arsenal dan Liverpool, dan pelatih Rahmad Darmawan pada laga melawan Chelsea. Sebagai putra Aceh, penulis miris, tak ada seorang pun pemain berdarah Aceh yang masuk ke dalam skuad. Pasti ada yang salah dengan pola pembinaan sepakbola Aceh!
Sudah lama tak melihat putra Aceh menjadi tumpuan skuad garuda. Rindu! ya, perasaan itu pasti ada. Adanya pemain asal suatu daerah di dalam skuad nasional, pasti ikut membanggakan masyarakat daerah tersebut. 



Nyan awak gampong lon,” ucap seorang warga dengan bangganya saat menonton pertandingan timnas di televisi kala itu, kalimat yang berartikan “Itu orang kampung saya,” merujuk kepada Ismed Sofyan yang berseragam merah-putih tengah mengolah si kulit bundar.



Ya, Ismed Sofyan adalah orang Aceh terakhir yang mengenakan seragam berlogo burung garuda, Pemuda kelahiran Manyak Payed, Aceh Tamiang ini sempat menjadi tulang punggung tim garuda dalam satu dekade terakhir. AFF Suzuki Cup tahun 2010 menjadi ajang terakhirnya di timnas. Melalang buana bersama Persija Jakarta, faktor usia lah yang membuat penampilannya menurun, dampaknya, Ia tak pernah lagi dipanggil timnas. Tapi Ismed tetaplah legenda sepakbola Indonesia dan sepakbola Aceh tentunya, pertanyaannya sekarang, siapa yang mampu meneruskan jejak Ismed?



***
Merekam jejak pesepakbola Aceh ditimnas garuda tentu telah melewati waktu yang sangat panjang. Jauh sebelum Ismed Sofyan berjaya, sebenarnya banyak pesepakbola Aceh yang “wara-wiri” ditimnas Indonesia, namun karena keterbatasan sumber referensi, penulis membatasi penelusuran pada masa dua dekade terakhir.

Era 1990-an, siapa yang tak kenal dengan pria plontos satu ini. Fachry Husaini, seorang playmaker handal yang membela timnas di berbagai ajang kompetisi pada tahun 1986-1997. Pria kelahiran kota Lhoksemawe, pada 27 Juli 1965 ini adalah legenda timnas Indonesia, yang juga sempat diangkat menjadi kapten timnas.


Pria yang kini menekuni profesi sebagai pelatih ini, menghabiskan kariernya sebagai pemain di tanah Borneo bersama PKT (sekarang Bontang FC). Pada masa jayanya membawa timnas Indonesia meraih medali perak pada ajang Sea Games 1997 di Jakarta. Sedangkan prestasi dilevel klub adalah membawa PKT menjadi finalis Liga Indonesia pada musim 1999/2000.


Siapa yang tak kenal Almarhum Irwansyah, pemain yang telah tiada diterjang oleh ganasnya Tsunami ini adalah legenda Persiraja Banda Aceh. Semasa hidupnya, Irwansyah yang berposisi sebagai penyerang ini sempat membela timnas di kualifikasi Piala Dunia Perancis 1998 melawan Arab Saudi — jika tidak salah — dan mencetak gol pada debutnya.


Era 2000-an, selain Ismed Sofyan, ada beberapa pemain berdarah Aceh yang sempat mendapat panggilan timnas. Yang masih segar dalam ingatan penyerang bengal Persiraja, Abdul Musawir, alumni PPLP Aceh ini juga sempat mendapat panggilan timnas pada masa pelatih Nil Maizar. Konflik dualisme kepengurusan PSSI membuka jalan bagi Musawir untuk bermain timnas, yang saat itu tengah dipersiapkan menuju kejuaraan sepakbola Al-Nakbah di Palestina tahun 2012 lalu. 


***


Sebenarnya faktor apa yang membuat pesepakbola Aceh begitu sulit untuk masuk ke dalam skuad timnas. Banyak pengamat sepakbola Aceh beranggapan bahwa kualitas pesepakbola Aceh sebenarnya tak kalah dari daerah lainnya di Indonesia. Letak geografis Aceh yang jauh di ujung barat Indonesia malah dijadikan kambing hitam, mereka berdalih banyak pemain berbakat di Aceh tak mendapat pantauan langsung dari talent scout pusat. 


Padahal bila kita melihat saudara kita di Papua sana, mereka tak henti-hentinya menelurkan pemain-pemain berlevel timnas ditiap generasinya. Mulai dari Rully Nere, Eduar Ivakdalam, Salossa bersaudara hingga Titus Bonai. Padahal kita tahu, Papua jauh di ujung di timur Indonesia. Membuktikan tak ada korelasi antara jarak Papua-Jakarta atau Aceh-Jakarta dalam pendistribusian pemain di timnas, yang terbaik dan cocok dengan skema pelatih maka Ia yang terpilih!


Bila kita bijak, pasti kita mengakui ada yang salah dalam pola pembinaan pemain muda di Aceh. Kebijakan mengirim pemain ke luar negeri — yang disebut-sebut sebagai “timnas Aceh” — malah sarat dengan unsur politis, belum lagi klub-klub profesional di Aceh yang tidak punya arah jelas dalam pembinaan pemain. Padahal tujuan utama kompetisi liga profesional adalah pembinaan, hingga bermuara pada lahirnya timnas yang berkualitas.


Tirulah Ismed Sofyan dan Fachry Husaini, mereka contoh pemain yang menjadi pemain nasional karena berani mengambil keputusan bermain di klub luar Aceh. Tekad kuat dan diimbangi dengan bakat luar biasa mengantarkan mereka mencapai puncak prestasi dilevel klub dan timnas. Coba bayangkan apabila dulu mereka tetap meretas karier di Aceh, bermain di klub medioker seperti Persiraja. Kecil kemungkinan mereka dapat mengembangkan skill secara maksimal dan mendapat panggilan timnas.


Coba bayangkan pula, Syaffarizal Mursalin Agri atau yang biasa dikenal dengan Farri Agri (22), Pemain Timnas Qatar kelahiran Lhokseumawe, Aceh, apabila semasa kecilnya tetap bertahan di Aceh dan mengembangkan bakat sepakbola di negeri Iskandar Muda. Sulit membayangkan pemain yang berkompetisi di liga Qatar bersama klub Al-Khor ini bisa memperkuat timnas Indonesia sekalipun.


Tapi dibalik itu semua, angin segar juga menaungi sepakbola Aceh, dua pemain muda berbakat yang tengah merantau membela klub luar Aceh, Syahrizal (Persija) dan Syakir Sulaiman (Persiba) mendapat panggilan timnas U-23, yang tengah dipersiapan menuju Sea Games di bawah asuhan pelatih Rahmad Darmawan. Belum lagi pentolan PPLP Aceh dan Persiraja, Hendra Sadi Gunawan dan Miftahul Hamdi plus Zulfiandi (PSSB Bireuen) yang tengah mengikuti seleksi timnas U-19. Jalan mereka menuju timnas senior dan menjadi “the next Ismed” semakin terbuka.


Bola panas kini berada ditangan PSSI Aceh dan semua stakeholder sepakbola Aceh, sudah sepantasnya untuk berfikir lebih keras demi membenahi sepakbola Aceh, agar banyak lahir pemain-pemain muda berbakat yang nantinya mengharumkan nama Aceh di pentas nasional. Semoga [ ]


====


Twitter: @RizkiZulfitri

1 komentar on "Jejak Pesepak Bola Aceh di Timnas (Who The Next Ismed Sofyan?)"

  1. BANDAR MIX PARLAY TERBESAR DI INDONESIA HANYA DENGAN 1 USER ID SUDAH BISA BERMAIN SEMUA GAME.
    Join US ! Klik Link Di Bawah Ini ?

    Bandar Bola
    Situs Taruhan Bola
    Daftar

    BalasHapus