foto: http://acehdalamsejarah.blogspot.com |
Orang bilang cinta itu datang dari
mata turun ke hati. Mungkin benar adanya, hanya lewat pandangan pertama, Joni
Kapluk (Abdul Hadi) langsung menaruh hati kepada Yusniar (Nurhasyidah) si
kembang desa. Bak gayung bersambut, Yusniar pun seakan terhipnotis cintanya
Joni. Singkat cerita, mereka pun mengikat tali cinta sehidup semati.
Akan tetapi kisah cinta mereka tak berjalan mulus. Hubungan Joni dan Yusniar mendapat tantangan keras dari Ayah Yusniar, Haji Uma (Umar Pradana). Joni yang sehari-hari berprofesi sebagai preman kampung dianggap orang yang tidak berpendidikan, tak pantas untuk Yusniar yang lembut, sopan dan penuh tata krama.
Tapi
bukan Joni namanya jika menyerah begitu saja. Joni pun berusaha sekuat tenaga
mempertahankan ikatan cintanya, walaupun terkadang nyawa sebagai taruhannya. Untunglah
Joni punya sahabat seperti Mando Gapi (Sulaiman). yang mau setia membantu dan menemani
Joni memperjuangkan hubungan cintanya dengan Yusniar.
***
Cerita
di atas adalah sinopsis singkat film serial Eumpang
Breuh (Preman Gampong) yang sangat fenomenal di Aceh beberapa tahun belakangan. Film komedi berbahasa Aceh arahan
sutradara Ayah Doe ini mampu menghinoptis pecinta film di Aceh lewat ceritanya yang orisinil.
Film
serial Eumpang Breuh ini telah menjadi alternatif tontonan bagi rakyat
tanah rencong yang memang haus akan
hiburan. Menceritakan tentang kehidupan masyarakat Aceh pedesaan, dengan balutan
komedi yang tak biasa, dibumbui dengan kisah asmara yang manis dan juga
terkadang terselip pesan-pesan moral yang menyentuh.
Kata
Eumpang Breuh sendiri, jika kita coba
terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia bermakna karung beras atau goni beras.
Joni yang serba “pas-pasan” berhasil mendapatkan cintanya Yusniar yang cantik
jelita, keberuntungan Joni inilah diibaratkan seperti mendapat sekarung
beras.
Film
serial yang bersetting di kawasan Lhoksemawe dan sekitarnya ini booming di pasaran dan telah diproduksi
hingga 11 seri (mungkin akan terus bertambah). Film ini biasanya di release lewat bentuk kepingan VCD menjelang
liburan Hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha tiap tahunnya. Sangking antusiasnya,
warga bisa bersesak-sesak di tempat penjual-penjual VCD sesaat setelah film ini
beredar.
Coba
tanyakan pada orang Aceh siapa sih yang
tak kenal dengan aksi kocak Bang Joni dengan rambut gondrongnya, Mando Gapi
dengan motor astuti-nya, Yusniar dengan pesona khas wanita Aceh atau Haji Uma
dengan parang pusakanya?
Saya
rasa tidak ada orang Aceh yang tak kenal mereka. Semua kalangan mulai anak-anak
hingga manula hapal betul tingkah polah pemeran-pemeran serial Eumpang Breuh.
Ditonton
Orang NTT
Ada cerita menarik
dibalik kesuksesan serial film “Karung Beras” ini. Belum banyak yang tahu bahwa
serial film Eumpang Breuh bukan hanya
ditonton oleh orang Aceh saja, akan tetapi juga telah ditonton orang hingga ke Nusa
Tenggara Timur (NTT) sana.
Ya, saya sedang tidak
bercanda. Info ini langsung saya dapat sendiri saat saya menjadi salah seorang
pendidik di Kabupaten Lembata, NTT tahun lalu. Sebagai informasi tambahan, jarak
antara Aceh dan NTT adalah sekitar puluhan ribu kilometer. Untuk menuju ke
Lembata paling tidak butuh empat kali transit pesawat.
Di sana saya punya adik
angkat bernama Yeris. Ia mempunyai sebuah handphone
merek “China” yang selalu Ia bawa kemana-mana. Hari itu saya perhatikan Ia
tertawa terbahak-bahak sendiri sembari fokus memandangi layar handphone-nya. Saya yang sudah sangat penasaran
langsung menghampirinya. Begitu kagetnya saya setelah melihat video yang Ia
tonton adalah adegan Bang Joni sedang dikejar-kejar Haji Uma dengan parang.
Setelah menggali
informasi lebih lanjut, rupa-rupanya video tersebut Ia dapat dari temannya melalui
media transfer Bluetooth. Yang mereka
tahu film Eumpang Breuh adalah film yang
berasal dari Sulawesi sana. Mereka sama sekali tidak paham dialog yang
digunakan Bang Joni, dkk. Tapi semuanya terhibur dengan akting pemeran-pemeran
serial film Eumpang Breuh.
Cerita persis sama juga
saya dapat dari pengalaman teman seperjuangan saya yang juga bertugas menjadi
staf pengajar di Lembata. Sang teman juga terheran-heran dengan fakta bahwa
salah seorang guru ditempatnya mengajar punya koleksi film Eumpang Breuh di laptopnya. Si teman tadi pun ditunjuk menjadi penerjemah
film Eumpang Breuh bagi guru di
sekolahnya itu.
Kok
bisa ya? Padahal film Bang Joni dkk hanya diproduksi untuk lokal saja. Artinya
film ini diproduksi dan beredar hanya khusus di Aceh. Penggunaan bahasa Aceh
sebagai pengantar film membuat pasar film ini terbatas. Alat peredarannya juga
hanya melalui kepingan VCD, artinya kemungkinan untuk di tonton oleh orang di
luar Aceh itu kecil sekali.
Tapi inilah efek dari
kemajuan teknologi informasi, kini semua bisa kita dapat hanya dengan sentuhan
jari. Bila kita coba searching di
intenet lumayan banyak potongan film Eumpang
Breuh yang ada situs berbagi video Youtube.
Tak menutup kemungkinan film ini telah banyak ditonton orang-orang yang tinggal
jauh dari Aceh. Bahasa tidak menjadi soal, Kekuatan cerita membuat film ini
mendapat tempat tersendiri di hati pencintanya.
=====
Tidak ada komentar on "“Eumpang Breuh”, Film Komedi Aceh di Tonton Orang NTT"